SHARE

Ilustrasi | Istimewa

CARAPANDANG - Anjloknya angka kelahiran adalah salah satu masalah besar yang sedang melanda banyak negara di dunia. Saat ini, Italia menjadi salah satu negara yang mengalami fenomena yang menjadi salah satu indikasi resesi seks tersebut.

Resesi seks diperkirakan akan membuat populasi sekolah di salah satu negara Eropa itu menyusut satu juta orang dalam dekade mendatang. Prediksi suram ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan Giuseppe Valditara pada Kamis (11/5/2023).

Valditara mengatakan jumlah siswa akan turun menjadi 6 juta pada tahun akademik 2033-2034 dari 7,4 juta pada tahun 2021, dengan 110.000-120.000 lebih sedikit siswa yang memasuki ruang kelas setiap tahun.

"Skenarionya mengkhawatirkan," kata Valditara dalam pesan video ke konferensi tentang krisis tersebut, mengutip Reuters.

Penurunan tajam siswa juga dapat menyebabkan jumlah guru turun menjadi 558.000 pada tahun 2033/2034 dari lebih dari 684.000 saat ini, tambah Valditara.

Valditara memperingatkan penurunan itu juga akibat para profesional meninggalkan negara itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di luar negeri.

"Jika tren demografis tetap seperti sekarang ini, dalam 30 tahun akan ada 5 juta lebih sedikit (Italia) dan kita akan kehilangan 2 juta anak muda," tambahnya.

Biro statistik nasional ISTAT sebelumnya mengatakan kelahiran di Italia turun ke level terendah dalam sejarah di bawah 400.000 pada tahun 2022. Ini menjadi penurunan ke-14 berturut-turut, dengan populasi keseluruhan menurun 179.000 menjadi 58,85 juta.

Populasi yang menyusut dan menua merupakan kekhawatiran utama bagi negara terbesar ketiga di zona Euro. Ini menyebabkan penurunan produktivitas ekonomi dan biaya kesejahteraan yang lebih tinggi di negara dengan tagihan pensiun tertinggi di antara 38 negara Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan tersebut.

Pemerintah Perdana Menteri Giorgia Meloni sendiri telah menjadikan masalah ini sebagai prioritas sejak mengambil alih kekuasaan tahun lalu. Ia berjanji untuk memberikan dukungan kepada keluarga untuk meningkatkan angka kelahiran.

Untuk membantu keluarga, pemerintah pekan lalu mengesahkan paket tenaga kerja yang mencakup pengabaian pajak tahun ini atas tunjangan bagi karyawan dengan anak-anak, hingga maksimum 3.000 euro per pekerja.

Fenomena sekolah-sekolah yang tutup akibat angka kelahiran yang rendah juga terjadi di Jepang. Salah satunya SMP Yumoto, di Desa Ten-ei, Prefektur Fukushima, utara Jepang. Setelah kelulusan hanya dua orang siswa, SMP itu akan ditutup secara permanen setelah 76 tahun berdiri.

Menurut data pemerintah Jepang, sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun. Antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 sekolah menutup pintu mereka selamanya, sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru yang berusia lebih muda.



Tags
SHARE